Kelompok Aksi Cinta Lingkungan

Minggu, 23 September 2012

PEMAHAMAN DAN PENGHARGAAN SASAK TRADISIONAL TERHADAP GUNUNG RINJANI


Ulasan ringkas kali ini mencoba mengangkat catatan mengenai foot print “tapak-tapak” budaya sasak yang pernah melekat pada sosok gunung rinjani. Tapak-tapak budaya itu dapat merupakan kepercayaan, mistis, perlakuan ritual, penghargaan bahkan pemahaman yang kemudian dihujat orang sebagai khufarat dan ketahyulan. Oleh karenanya manakala suatu umat terlampau bersemangat memberantas segala sesuatu yang tahyul (khayali) itu maka tapak-tapak budaya itu menjadi terkikis pula.

Padahal dari kepercayaan dan penghargaan terhadap nilai mistis orang lalu mengadakan perawatan dan pemeliharaan. Penghargaan dan pemeliharaan ini berjalan secara natural, ikhlas da keberanian berkorban.
Tak perlu ada peraturan daerah, peraturan menteri, kepres atau konvensi PBB. Bahkan ketika itu tak dibutuhkan ada LSM, Asosiasi, sukarelawan dan sejenisnya. Ketika nilai itu sudah diobrak abrik, penghargaanpun luntur maka secara phisik alam gunung rinjani menerima dera dan siksa pengerusakan. Upaya-upaya  dengan style modern menjadi jatuh bangun untuk menyelamatkan kelestariannya bahkan tak jarang yang menemui kegagalan karena digerogoti oleh gaya kemoderenan itu sendiri.
Sekarang kita ungkap catatan budaya gunung rinjani yang ada :

Bagian Pertama :
Nama Rinjani
Pengetahuan tentang naskah kuno sementara dapat menduga bahwa secara etimologis nama rinjani berasal dari kata “Rara Rinjani” yang diringkas (dayasastra) rinjani-rinjani.
Rara adalah titel kebangsawanan jawa yang sama maknanya dengan Dewi.
Anjani artinya “wanita-putri-ratu”.
Orang sasak tradisional sangat percaya bahwa dipuncak gunung rinjani  dewi anjani bisa kita dapatkan pula pada etos Ramayana. Dewi anjani adalah Putri Resi Gautama. Dewi anjani bersaudara dengan subali. Dewi anjani ini bertapa telanjang ditengan sebuah danau suci karena menghajatkan putra yang sakti dan abadi.
Ungkapan ini merupakan isyarat bahwa orang sasak dimasa lalu sedikit banyak memahami kisah Ramayana.

Bagian Kedua
Mitodologi Dewi Anjani
Adalah mythos Dewi Anjani dalam lontar doyan nada yang menuturkan bahwa sang dewi inilah yang pertama meratakan bumi sasak dari sebuah bumi vulkanis menjadi lahan pertanian.
Konon dia memiliki burung pengais bercakar baja dan berpatuk malela burung ini mengais bumi, menggaruk tebing menimbun lembah dan ngarai. Burung itu bernama “Beberi”. Setelah daratan siap sang dewi mentransfer dua puluh pasang jin ningrat menjadi manusia penghuni pertama. Para  jin ada yang mau dan ada yang menolak. Yang mau dibawah pimpinan Patih Sengan, yang menolak dipimpin oleh patih Garigis. Ibu mereka bernama Dara Peri. Maka para jin pembangkang inilah yang kemudian menjadi jin jahat. Ada yang menjadi Bakeq (dilaut), Belata (dipohon), berhala (dibatu), Gutun Bumi (di tanah).
Pemujaan dan penghargaan orang sasak terhadap Dewi Anjani sangat tinggi sehingga beliau dijadikan inti mantra. Begitu pula kepercayaan akan jin baik jahat ini menjadi bagian yang amat penting dalam ilmu pedukunan sasak.

Bagian ketiga
Segara Muncar.
Segara Muncar adalah sebuah resort tak terindra yang merupakan kompleks istana Dewi Anjani. Posisinya sekitar kawah Rinjani. Resort ghaib ini menjadi lokasi para mistis untuk mendapatkan ilmu tingkat tinggi. Sebutannya juga menjadi formula mantra sasak.

Bagian Keempat.
Kamaliq dan Perumbaq.
Berkaitan dengan kepercayaan yang dituduhkan sebagai bentuk dinamisme, sinkritisme, paganism, takhayul dan khurafat itu masyarakat lama memelihara aneka media pemujaan serta memelihara lokasi yang dianggap suci atau spesifik.
Ada kemaliq, gawah maliq, perumbaq, kempu dan sejenisnya. Berjalan dengan pemberantasan segala sesuatu yang bersifat takhayul terutama setelah tahun 1966 maka sarana-sarana ini menjadi rusak. Bahkan pemberantasannya menjadi membabi buta sampai membakar naskah lontar, pembongkaran batu penanda leluhur dan sejenisnya. Pohon pelindung mata air juga tak luput dari aksi anti takhayul ini.


Bagian Kelima
Gerakan anti takhayul
Evoria yang menghancurkan, gegap gempita pemberantasan takhayul-khurafat tanpa metode dan jauh dari perilaku arif ini nyata kemudian meninggalkan kerusakan harmoni.
Harmoni kepercayaan dan harmoni lingkungan. Bila direnungkan secara sadar dan mendalam maka harus diakui bahwa sampai hari ini belum ada konsep pelestarian alam yang lebih jitu dan menyeluruh dari pada “konsep tahayul”. Semasa masyarakat belum faham masalah science fungsi hutan, tanah dan bebatuan maka konsep takhayul ini telah menyelamatkan alam dari berbagai kejahilan. Ketika takhayul diberantas secara tergesa-gesa maka ramai-ramai orang merusak bumi sebagai “sang alim” yang tak takut hantu, maka kacau balaulah segalanya.

Bagian keenam
Bagaimana menyelamatkan Rinjani?
Berdasarkan susur galur kepercayaan yang terungkap pada bagian terdahulu yang kemudian kita bandingkan dengan kondisi riil Rinjani saat ini maka saya menganjurkan beberapa hal :
1.      Secara humanis dan demokratis biarkanlah masyarakat memelihara kepercayaan aslinya.
2.      Rinjani sebaiknya dikelola dalam dua jalur :
a.       Jalur murni yaitu berikan hak kepada masyarakat pendukungnya untuk merekontruksi dan merevitalisasi sarana-sarana kepercayaannya.
b.      Jalur modern melalui pengorganisasian, perlindungan hokum, advokasi hubungan keluar dan sejenisnya berkaitan dengan statusnya sebagai taman nasional
3.      Berikan hak masyarakat pemiliknya untuk melakukan sanksi adat yang layak atau pelanggaran, pelecehan, pengerusakan, pengotoran (lahir bathin) atas lokasi kepercayaan maupun rinjani pada umumnya.
4.      Tetapkan kawasan khusus wilayah “suci” yang diberikan bantuan pemagaran rekontruksi atau penanda situs.

Kesimpulan :
Pelestarian kawasan Taman Nasional Rinjani tak dapat didekati dengan management modern saja tapi harus mampu memberdayakan potensi asli. Pembicaraan ini harus dipisahkan dengan doktrin-doktrin agama secara khusus (berdasarkan faham satu agama) tertentu agar tidak menimbulkan pertentangan. Realitanya bumi ini dihuni berbagai umat dengan berbagai kepercayaan dan perilaku tradisinya.
Damai manusia, damai bumi, damai semesta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar