Kelompok Aksi Cinta Lingkungan

Kamis, 22 September 2016

ILMU KEJIWAAN SURVIVAL



Dibutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan dan ketrampilan untuk membangun shelter, mencari makanan, membuat api dan melakukan perjalanan tanpa peralatan navigasi dasar untuk dapat bertahan dalam keadaan survival. Beberapa survivor dengan sedikit atau tanpa pelatihan survival sekalipun dapat bertahan dalam keadaan yang mengancam hidup. Dan ada pula orang yang memiliki kemampuan survival tidak menggunakan kemampuannya dan mati. Kunci dari keberhasilan dalam segala macam kondisi survival adalah mental dari setiap individu masing-masing. Memiliki kemampuan survival merupakan hal yang penting, dan memiliki keinginan untuk survive merupakan hal yang sangat penting lagi. Tanpa dasar keinginan untuk survive, maka kemampuan yang kita miliki akan menjadi suatu hal yang tidak bernilai dan percuma.

Dalam kondisi survival, psikologi juga ikut mengambil peranan. Penempuh rimba atau pendaki gunung akan dihadapi bermacam tekanan yang akan mempengaruhi pikiran dan jiwa. Tekanan ini jika tidak dikendalikan akan berujung pada perasaan lain yang membahayakan hidup. Tekanan semacam ini dapat mempengaruhi secara fisik, mental, emosional, dan spiritual.

Apakah kita memerlukan tekanan kejiwaan (stress) dalam keadaan survival ?
Ya, kita membutuhkan tekanan semacam ini. Karna tekanan semacam ini memiliki beberapa manfaat positif yang banyak. Tekanan ini akan memberikan kita tantangan. Tekanan ini akan memberikan kita kesempatan untuk mempelajari nilai dan kemampuan diri kita. Karna terkadang tekanan seperti ini dapat memicu mental kita agar kita dapat menunjukkan ketangkasan kita untuk menghadapi dan mengendalikan tantangan tanpa kenal lelah. Namun, jika tekanan ini terlampau berlebihan maka akan berakibat buruk juga. Intinya kita membutuhkan tekanan tapi tidak berlebihan. Terlalu banyak tekanan akan menyebabkan keadaan yang lebih berbahaya.
Tanda-tanda jika kita mengalami terlalu banyak tekanan, yaitu :
- Kesulitan membuat keputusan
- Amarah yang meledak-ledak
- Lalai
- Lemah / perasaan kurang energi
- Cemas yang berkelanjutan
- Cenderung melakukan kesalahan
- Berpikiran untuk mati atau bunuh diri
- Merasa kurang percaya dengan sesama
- Menarik diri dari teman yang lain
- Bersembunyi dari tanggung jawab
- Sembrono atau tidak peduli.

Seperti sisi mata uang, tekanan kejiwaan dapat menjadi hal yang konstuktif atau destruktif. Jadi kunci untuk survive adalah kemampuan mengendalikan tekanan yang datang.

Segala sesuatu dapat menjadi pemicu tekanan kejiwaan. Sebagai orang yang berpengalaman atau tidak hal ini tak dapat dihindari. Terkadang tekanan ini terjadi secara simultan. Dan saat tubuh merasakan perasaan ini, maka biasanya reaksi pertama kita adalah melindungi diri. Biasanya respon tubuh dari tekanan ini adalah tubuh akan bersiap untuk "bertarung atau melarikan diri". Persiapan ini akan menjadikan tubuh mengirimkan "sinyal SOS" di seluruh tubuh. Tubuh akan melepaskan kandungan gula dan lemak untuk menyediakan energi, nafas lebih kencang untuk menyediakan suplai oksigen ke dalam darah, tegangan otot tubuh meningkat untuk beraksi, mekanisme penggumpalan darah akan aktif untuk menghadapi pendarahan dari luka, daya pendengaran, penciuman dan mata semakin tajam dan peka. Kondisi protektif ini akan menjadikan tubuh siap untuk menghadapi bahaya yang ada, namun terkadang kita tidak dapat mengendalikannya.

Beberapa faktor penyebab tekanan kejiwaan dalam kondisi survival
Luka, Sakit dan Kematian.
Luka, Sakit dan Kematian merupakan faktor yang sangat mungkin di hadapi para survivor. Luka dan sakit dapat membatasi kemampuan kita untuk bergerak, mencari makanan dan minum, mendapatkan shelter dan melindungi diri. Perasaan tidak nyaman ini dapat menyebabkan tekanan jiwa. Kematian rekan pun dapat memicu tekanan ini, rasa kehilangan dan rasa ketidak mampuan menjaga rekan akan menekan lebih dalam.
Lingkungan.
Meskipun dalam keadaan yang ideal (di dukung peralatan), alam merupakan lawan yang berat. Cuaca, medan, tumbuhan dan makhluk liar yang ada merupakan faktor yang wajib di hadapi. Ketidak-kemampuan survivor untuk menghadapi lingkungan ini dapat memicu tekanan kejiwaan.
Rasa haus dan lapar.
Tanpa minum dan makanan tubuh dapat menjadi lemah. Maka mencari minum dan makanan merupakan salah satu prioritas utama dan dapat menjadi salah satu pemicu tekanan kejiwaan jika kita selalu gagal mendapatkannya.
Rasa lelah.
Berjuang dalam alam liar bukanlah hal yang mudah. Tubuh akan terus di hadapi bermacam tantangan yang akan menguras energi. Mencoba selalu sigap dalam keadaan letih yang berkepanjangan merupakan salah satu beban yang tidak mudah.
Terisolasi.
Jika kita berada dalam kondisi survival bersama beberapa orang, kesepian mungkin merupakan hal yang mudah di atasi. Namun jika kita terkungkung dalam alam liar sendirian, ini merupakan tantangan lain. Segala sesuatu harus dihadapi sendirian. Kemampuan mental akan di hajar habis-habisan sampai titik akhir.

Reaksi Natural.
Manusia telah dapat menghadapi bermacam-macam kondisi ekstrim selama berjuta tahun. Kita telah beradaptasi dan berevolusi di bumi dengan baik. Mekanisme yang sama pun berlaku dalam kondisi survival. Bukanlah suatu hal yang mengejutkan jika rata-rata dari kita mempunyai kemampuan pengendalian jiwa dalam kondisi survival. Kita dapat belajar dan melatih diri dalam menghadapi kondisi ini.

Beberapa reaksi tubuh dan jiwa dalam menghadapi kondisi survival, yaitu :
Rasa Takut.
Rasa takut merupakan respon emosional pada keadaan berbahaya yang kita percaya dapat menyebabkan sakit, luka dan kematian. Merupakan hal yang wajar jika kita memilikinya. Bahkan seorang prajurit dalam medan perang pun pernah mengalaminya. Kendali emosi sangat diperlukan agar rasa takut tidak menyebabkan hal lain yang semakin parah.
Gelisah.
Menghadapi keadaan bahaya secara fisik, mental dan spiritual merupakan tantangan besar. Mental baja wajib ditanamkan. Segala sesuatu pasti dapat di selesaikan.
Marah dan Frustasi
Marah merupakan reaksi natural bagi yang menghadapi kondisi survival. Namun frustasi merupakan kesalahan besar. Lebih baik marah daripada frustasi. Amarah yang terkendali dapat memicu kita untuk terus berjuang melawan setiap tantangan. Sekali lagi, kendali emosi.
Depresi
Siapa saja pasti pernah merasa sedih. Kesedihan yang berkepanjangan dalam kondisi survival dapat memicu frustasi yang membahayakan.
Kesepian dan Bosan
Menghadapi medan berbahaya tanpa bantuan siapa pun tentu akan sangat menyiksa. Tak ada salahnya menghibur diri dengan berbagai kesibukan dalam kondisi survival.
Merasa Bersalah
Kejadian tragis yang menimpa kita atau rekan kita dapat menjadikan beban tersendiri. Dalam tim pendakian, kehilangan rekan merupakan beban yang sulit di pikul. Rasa ini dapat memicu penyesalan dalam yang berujung pada frustasi yang berbahaya jika tidak dikendalikan. Berfikir positif, kita dapat menggunakan perasaan ini sebagai pemicu untuk berjuang lebih keras.

Persiapan Diri
Tujuan utama dari kondisi survival adalah bertahan hidup. Segala beban fisik dan mental yang datang jika di tanggulangi dengan benar maka akan berujung positif.
Kenali Diri. Mengenal batas kemampuan tubuh dan jiwa merupakan hal yang wajib. Perteguh semangat untuk selamat dalam kondisi medan apa pun. Hargai hidup.
Antisipasi Rasa Takut. Jangan pernah berpura-pura tidak takut. Pikirkan apa yang menjadi penyebab rasa takut kita. Pelajari rasa takut kita dan lawan rasa takut kita.
Realistis. Jangan pernah takut untuk memandang segala situasi. Lihat apa adanya, bukan seperti yang kita bayangkan. Jaga keinginan dan harapan untuk hidup. "Berharap yang terbaik, bersiap untuk yang terburuk".
Bersikap Positif. Pelajari untuk melihat setiap kejadian pasti ada pembelajarannya. Hal ini dapat meningkatkan moral dan kepercayaan diri.
Berlatih. Dibutuhkan latihan untuk mendapatkan kesempurnaan. Melakukan latihan pada tubuh dan jiwa dapat menjadikan kepercayaan diri menghadapi segala tantangan.

Salam Juang...

sumber :http://serdadurimba.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar